B Saran. 1. Bagi Masyarakat. Konflik dalam masyarakat memang bisa terjadi dalam sebuah masyarakat, apalagi di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan agama. Perbedaan akan selalu ada namun perbedaan bukanlah hal yang perlu diperdebatkan, karena perbedaan ada bukanlah agar kita saling merusak tatanan yang sudah baik, namun. 93.
15 Kegiatan praksis dari teologi sosial sudah dilaksanakan tidak hanya dalam kehidupan jemaat pertama tetapi sebelum penyaliban Yesus. Teologi sosial ini telah dikembangkan pada saat Yesus mengembara bersama para murid-Nya. Berdasarkan hal ini, praksis teologi sosial kemudian terus dikembangkan secara teratur dan sistematis oleh gereja, sehingga hal itu dirangkum dalam tri tugas gereja yakni marturia bersaksi, koinonia bersekutu, dan diakonia melayani. 4 Tetapi praksis teologi sosial ini biasanya hanya menyentuh pelayanan manusia terhadap sesamanya manusia. Semua arah pelayanan gereja hanya ditujukan kepada sesama manusia antroposentris dan Allah teosentris. Karena itu satu kesadaran baru telah muncul dan berkembang pesat dalam cakrawala berpikir manusia, yakni bahwa lingkungan hidup atau ekologi dan alam ciptaan merupakan bagian yang utuh dalam risalah-risalah teologis, pemahaman dan penghayatan kerohanian umat manusia 5 sehingga gereja sebagai salah satu lembaga sosial dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Gereja sebagai Lembaga Sosial Gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Gereja memiliki lima model dalam melaksanakan tugas panggilannya. Dua dari lima itu adalah gereja dilihat sebagai institusi dan gereja sebagai pewarta. Gereja sebagai institusi merupakan pemahaman bahwa gereja dipandang sebagai suatu masyarakat yang cenderung untuk mengutamakan struktur kepemimpinan sebagai elemen formal dalam masyarakat. Pada dasarnya, pandangan ini mau menekankan aspek gereja sebagai sebuah lembaga yang di dalamnya ada struktur organisasi yang jelas dalam pembagian tugas dan kewajiban. Tugas dan tanggung jawab itu adalah untuk 4 Eka Darmaputera via Soegeng Hardiyanto, Pergumulan dalam pengharapan Teologi Sosial dan Gerakan Keesaan. BPK Gunung Mulia. 1999Jakarta, 132. 5 Amatus Woi, Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi Tinjauan Teologis atas Lingkungan Hidup. Kanisius. 2008Yogyakarta, 13. 16 mengajar, menguduskan dan memimpin. Ketiga fungsi ini, merupakan pengarah bagi gereja khususnya orang-orang yang mendapatkan jabatan gerejawi untuk melakukan tugas itu dalam rangka mewujudkan kasih Tuhan di tengah-tengah kehidupan gereja. Penekanan penting dalam menjalankan tugas itu adalah melayani yakni menyalurkan ajaran dan rahmat Kristus sendiri. 6 Karena itulah, maka penting juga untuk melihat model gereja sebagai pewarta. Gereja sebagai pewarta menekankan pada SabdaFirman Tuhan. Menurut model ini, gereja dikumpulkan dan dibentuk oleh Sabda Allah. Misi gereja adalah mewartakan apa yang sudah didengar, diimani dan yang sudah diserahkan kepadanya untuk diwartakan. 7 Dalam tugasnya sebagai pewarta kebenaran, gereja tidak hanya menyentuh dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan iman saja, tetapi gereja juga memiliki hak dan kewajiban untuk bersuara dengan penuh wewenang atas masalah-masalah sosial, ekonomi dan sebagainya. Sebab bagaimana pun juga, gereja hidup di tengah-tengah masyarakat dengan persoalan sosial yang kompleks. 8 Dengan kenyataan seperti yang telah dijelaskan tersebut maka, ada beberapa alasan mengapa gereja melakukan intervensi terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi, antara lain 9 1 Masalah-masalah sosial pada umumnya tidak dapat dirumuskan semata-mata dari segi teknis kenyataan-kenyataan sosial, ekonomi dan politik. Di dalamnya juga termuat masalah moral dan etika. Karena itu, iman Kristen diharapkan dapat menerangi suara hati dan memungkinkan orang Kristen untuk memenuhi kewajibannya dalam konteks historis tertentu dengan tetap memiliki keterbukaan terhadap yang transenden. 2 Masalah-masalah sosial pada umumnya kerap kali berasal dari kecenderungan manusia untuk mementingkan dirinya atau dalam istilah teologis, keberdosaan manusia. 6 Avery Dulles, Model-model Gereja. Nusa Indah. 1990Yogyakarta, 34-35. 7 Ibid., 73. 8 Ricardo Antoncich, Iman dan Keadilan Ajaran Sosial Gereja dan Praksis Sosial Iman. Kanisius. 1990Semarang, 17. 9 Ibid., 18. 17 Ketidakadilan sosial sebagaimana yang terjadi dalam bentuk jurang kaya-miskin, pemerasan manusia atas sesamanya, pengangguran, kemiskinan, perkosaan hak-hak kaum miskin, dan sebagainya. Ketidakadilan sosial ini juga yang dirasakan oleh lingkungan hidup. Hal ini terbukti dari perilaku manusia yang mengekploitasi lingkungan secara besar-besaran sehingga menimbulkan banyak masalah. Semua perilaku ini merupakan ungkapan dari situasi-situasi keberdosaan manusia. 3 Gereja prihatin terhadap akibat-akibat dari permasalahan sosial itu karena kondisi-kondisi hidup yang tidak layak merupakan kendala bagi keselamatan manusia. 4 Ajaran gereja tentang permasalahan sosial dan tanggapan umat Kristen terhadapnya merupakan bagian dari pandangan hidup Kristen. Namun, meskipun gereja berusaha untuk terlibat dalam melihat masalah-masalah sosial yang terjadi, tetapi bukan berarti bahwa keberadaan gereja menyediakan obat manjur untuk menyembuhkan penyakit atau luka-luka sosial yang ada. Ajaran sosial gereja bukanlah ideologi atau pun analisis sosial ilmiah, meski pun di dalamnya termuat analisis-analisis yang tajam atas masyarakat, negara dan manusia. Tugas gereja sebagai salah satu lembaga sosial adalah untuk memberikan tanggapan iman dan memberikan pengarahan tindakan iman bagi umat Kristiani dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang ada, 10 termasuk di dalamnya masalah lingkungan hidup. Karena gereja merupakan bagian integral dari lembaga-lembaga sosial yang ada dan turut ambil bagian dalam tugas itu sehingga gereja memiliki kaitan yang erat dengan lembaga sosial lain dan sangat penting untuk menjalin kerja sama. Bahkan gereja juga perlu belajar dari lembaga sosial lainnya, dalam rangka mewujudkan terang kasih Tuhan ditengah- tengah kehidupan seluruh ciptaan melalui tindakan nyata praksis sebagai proses belajar seumur 10 Ricardo Antoncich, Iman dan Keadilan Ajaran Sosial Gereja dan Praksis Sosial Iman. 19. 18 hidup yang terintegrasi. Bagaimana pun juga, ketika gereja ingin terlibat dalam melihat dan merespon masalah-masalah sosial yang terjadi salah satunya masalah linkungan hidup, gereja sendiri perlu memperhatikan pertimbangan etis dari etika lingkungan, agar hal itu juga dapat memperlengkapi gereja lebih lagi dalam melaksanakan perannya tersebut. Etika Lingkungan
DijelaskanTh. Van den End dalam Sumber-Sumber Zending tentang Sejarah Gereja di Jawa Barat 1858-1963, orang-orang NZV menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Sunda untuk mendekati masyarakat Sunda. Pendekatan lain yang coba dilakukan para zending untuk melemahkan ajaran Islam di Indonesia adalah dengan pendidikan dan kebiasaan
Oleh Hariman A. Pattianakotta Saya pernah membaca sebuah artikel, kesaksian dari seorang pemimpin perusahaan. Kebetulan orang ini adalah seorang Kristen. Ia juga aktif dalam pelayanan di gereja. Menurutnya, memimpin gereja jauh lebih sulit dari memimpin perusahaan. Apa pasal? Ia mencontohkan. “Kalau di perusahaan, target yang ingin dicapai serba terukur. Perintah seorang atasan jelas kepada bawahannya. Jika performance bawahan tidak sesuai, evaluasi dan ganti! Keputusan yang diambil pun harus cepat, kalau tidak cepat akan ketinggalan. Rejekinya diambil orang.” “Sementara kalau di gereja, yang dikedepankan adalah persekutuannya. Demi persekutuan, yang sudah jelas-jelas salah pun kadang sulit untuk diubah, sebab mekanismenya panjang.” “Belum lagi soal rasa. Kita sering enak gak enak mengambil keputusan tegas. Kalau bersikap terlalu tegas, dianggap kurang pastoral. Sementara katanya gereja adalah persekutuan pastoral. Inilah yang terkadang membuat orang seperti saya tidak efektif dalam pelayanan.” “Kalau di perusahaan, kita mengambil karyawan sesuai dengan standar kita. Harus sarjana dan punya kompetensi tertentu. Sementara di gereja, semua ada. Maaf, dari yang tidak sekolah sampai yang profesor ada di gereja. Bagaimana memimpin secara efektif dengan komposisi seperti ini sangat tidak mudah. Karena itu, menurut saya, memimpin di gereja lebih sulit dari memimpin perusahaan.” Organisasi dan Organisme Apa yang diungkapkan di atas mencerminkan tegangan antara gereja sebagai “organisasi” dan “organisme”. Jika kita membaca bukunya Romo Mangunwidjaya, “Gereja Diaspora”, kedua hal itu dipertahankan untuk selalu berada dalam ketegangan yang kreatif. Betul, gereja adalah koinonia, persekutuan yang saling mengisi dan saling berbagi. Gereja adalah tubuh Kristus. Sebagai tubuh organis, anggota-anggota gereja diikat oleh Roh Kudus, yang membuat kita bisa saling merasa. Menangis dengan yang menangis, tertawa dengan yang berbagia. Sebagai koinonia atau organisme yang hidup, kita diajak untuk peduli, berbagi, menyembuhkan, menguatkan. Karena itu, yang cepat mesti bertenggang rasa dengan yang tidak cepat atau yang lambat. Yang cepat tidak boleh berlari sendirian. Namun, di sisi lain, gereja juga adalah organisasi. Gereja ditata dengan aturan. Gereja dituntun oleh visi dan misi. Gereja juga mesti dibuat menjadi organisasi yang efektif, efisien, dan transformatif. Strategi dan program-programnya mesti terukur dan harus selalu dievaluasi. Demikian juga dengan para pelayannya. Orang-orangnya mesti terbuka untuk dikembangkan dan diperbaharui. Sebab, dunia terus berubah dengan cepat. Karena itu, orang-orang yang memimpin dan melayani gereja harus pula berubah dan berbesar hati untuk dievaluasi serta diperbarui. Dengan demikian, antara organisme dan organisasi tidak perlu dipertentangkan. Gereja adalah persekutuan yang hidup, karena itu gereja juga harus ditata dan terus diperbarui. Hal ini sesuai dengan semboyan Reformasi “Ecclesia reformata semper reformanda” Supaya gereja bisa melakukan reformasi secara baik, gereja mesti belajar dari cara organisasi dunia ditata untuk menjadi semakin efektif, efisien, dan transformatif, tentu tanpa meninggalkan jatidirinya sebagai gereja Yesus Kristus. Artinya, gereja harus serentak menjadi organisasi dan organisme yang hidup. Contoh konkretnya seperti apa? Begini. Gereja sebagai persekutuan harus tetap dijaga. Kasih mesti tetap menjadi pengikat. Nilai-nilai Kerajaan Allah tetap menjadi misi gereja. Serentak dengan itu, gereja harus membuat visi, misi, strategi, dan program yang terukur dalam rangka implementasi misi Allah. Bahkan, gereja melalui para pemimpinnya harus selalu siap dievaluasi, program-programnya harus siap diganti apabila tidak relevan. Dan untuk itu, tidak perlu bertele-tele menunggu satu rapat atau persidangan yang satu ke rapat atau persidangan yang lain. Gereja harus bergerak cepat dan lincah di tengah arus perubahan yang tidak bisa ditahan-tahan oleh siapa pun. Untuk itu, selain harus tetap berpegang pada Firman, gereja juga perlu membuat aturan main yang tidak mengekang perubahan. Mekanisme organisasi dibuat untuk memperlancar roda organisasi. Hal lainnya adalah leadership yang visioner, berani mengambil langkah perubahan meski tidak populer, dan tegas. Yang terpenting adalah apa yang hendak dikerjakan itu adalah sungguh-sungguh untuk kemajuan umat dan masa depan gereja itu sendiri, bukan untuk kepentingan diri pribadi atau kelompok. Yang berlari kencang harus tetap berlari kencang. Yang berlari lambat, diberikan oksigen dan energi tambahan supaya bisa menyusul dengan cepat. Bukannya membuat yang cepat menjadi lambat. Oleh karena itu, sistem ditata, program-program dirancang dan diimplementasikan, supaya yang lambat bisa menjadi lebih cepat. Yang lemah dibuat menjadi kuat. Sinergi dan energi harus diarahkan untuk itu seefektif mungkin. Yang tidak efektif dipotong, sama seperti yang Yesus Kristus sendiri ajarkan. Ranting yang tidak berbuah dipotong, dibersihkan, supaya bisa berbuah, atau minimal tidak menghambat ranting yang lain untuk berbuah lebih lebat. Jika kita bisa memadukan secara kreatif organisasi dan organisme dalam hidup bergereja, maka gereja akan semakin efektif, efisien, dan mampu mentransformasi kehidupannya dan kehidupan masyarakat. Selamat malam dan selamat beristirahat. Tuhan memberkati kita semua. Salam byBP » Mon Nov 12, 2007 3:14 am. SEJARAH GEREJA MULA-MULA. A. LATAR BELAKANG. Sebelum Yesus naik ke surga, Ia memberikan perintah kepada para murid-Nya untuk pergi ke Yerusalem dan menunggu di sana sampai Roh Kudus dicurahkan ke atas mereka. Dengan kuasa yang diberikan Roh Kudus itu Yesus berjanji akan memperlengkapi muridsasaran atau tujuan lainnya sebagaiman yang dikehendaki para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor swasta, investor pemerintah, kreditor dan para anggota. 3. Quasi non profit organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan memperoleh keuntungan surplus. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor pemerintah, investor swasta dan kreditor. 4. Pure non profit organization Tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN, BUMD, hibah, sumbangan, penjualan aset negara dan sebagainya. Organisasi Gereja Pengertian Organisasi Gereja Gereja atau yang biasa disebut paroki termasuk dalam kategori organisasi nirlaba, karena memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya dari subangan para anggota umat dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun dari paroki tersebut. Paroki yang dalam hal ini termasuk Paroki Administratif, Stasi, Wilayah, Lingkungan, Kelompok Kategorial dan Unit Karya di Paroki sebagai salah satu organisasi gereja mempunyai karakteristik yang berbeda dengan organisasi yang lain berdasarkan PDDP KAS 2004, pasal 10-6. Perbedaan tersebut terutama terletak pada 1. Kepemilikan Seluruh assetkekayaan yang dimiliki, kepemilikannya berada di tangan Gereja sebagai Badan Hukum Gereja berdasarkan Regeling van de rechtpositie der kergenootscappen van Ned Indie peraturan kedudukan hukum Perkumpulan Gereja tahun 1927 No. 155, jo. 156 dan 532, serta Keputusan Menteri Agama RI no. 182 tahun 2003 tentang Susunan Hirarki Gereja Katolik di Indonesia. Oleh karena itu dalam segala aspek pengelolaannya harus tunduk pada hukum gereja dan keputusan Uskup sebagai representatif gereja Constitutio Apostolica ”Quod Cristus” 3 Januari 1961 dan bila dianggap perlu, Uskup dapat mengadakan supervisi dan pemeriksaan pengelolaan harta benda dan keuangan badan hukum yang dibawahinya KHK kan. 1276. 2. Tujuan Paroki diwujudkan terutama untuk menghadirkan Gereja sebagai Sakramen yaitu tanda dan sarana kesatuan mesra dengan Allah dan persatuan umat manusia LG 1. Sebagai tanda dan alat persekutuan, gambaran yang konkret dari Gereja adalah himpunan Umat Allah dalam berbagai tingkat hirarki. Pada hakikatnya hirarki himpunan Umat Allah adalah persekutuan dari paguyuban Umat Allah communion of communities yang di dalamnya terjalin solidaritas persaudaraan antar umat se-iman yang juga menjadi kesukaan bagi orang-orang lain Kis. 242-47. Gereja menjadi ungkapan solidaritas persaudaraan yang menjawab keprihatinan kehidupan sehari-hari dengan mengutamakan mereka yang terlupakan dan menderita bdk. LG 1 dan SRJ. 42. 3. Cara memperoleh dan menggunakan sumber daya bdk. KHK kan. 1260, 1284 § 2º4 dan º6 Sumber daya yang dibutuhkan, diperoleh dari sumbangan umat yang tidak mengharapkan imbalan apapun dan digunakan untuk melakukan aktivitas karya pastoral yaitu menyelenggarakan ibadat ilahi, pewartaan, pelayan amal kasih terutama kepada yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir KLMT. Menurut Keuskupan Agung Semarang Pedoman Dasar Dewan Paroki, 2008 definisi Paroki adalah “Paroki adalah persekutuan paguyuban-paguyuban umat beriman sebagai bagian dari Keuskupan dalam batas-batas wilayah tertentu yang sudah memilik Pastor Kepala, yang berdomisili di Parokinya sendiri.” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, 2002, Paroki adalah daerah kawasan penggembalaan umat Katolik yang dikepalai oleh pastor atau imam. Skema Pelayanan Gereja